Operasi Militer di Papua (1961-2024): Tinjauan dari Perspektif Hukum Humaniter, Hak Asasi Manusia, dan Implikasinya bagi TNI Angkatan Laut
DOI:
https://doi.org/10.54371/jiip.v8i11.9709Abstract
Konflik Papua (1961–2024) merupakan isu kompleks yang mempertemukan kedaulatan Indonesia dengan tuntutan penentuan nasib sendiri oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB). Sejarah panjang operasi militer di wilayah ini, mulai dari Trikora hingga masa kini, diwarnai oleh berbagai pelanggaran hukum humaniter internasional dan hak asasi manusia (HAM), seperti yang terjadi dalam tragedi Biak, Wasior dan Wamena, dan Paniai. Kajian ini menggunakan pendekatan yuridis-historis dan militer untuk menganalisis dampak operasi tersebut. Di satu sisi, operasi militer berhasil menjaga keutuhan NKRI dan menciptakan stabilitas keamanan untuk pembangunan. Namun, sisi negatifnya lebih dominan, ditandai dengan jatuhnya korban sipil akibat penggunaan kekuatan berlebihan, pengungsian massal, penyiksaan, dan kekerasan lainnya. Pelanggaran terhadap prinsip-prinsip fundamental seperti pembedaan (distinction) dan proporsionalitas (proportionality) telah menyebabkan trauma kolektif dan mengikis legitimasi negara. Oleh karena itu, studi ini merekomendasikan reformulasi strategi militer yang lebih humanis. Pendekatan baru harus berlandaskan penghormatan terhadap HAM, penguatan pendekatan teritorial dan komunikasi sosial, serta fokus pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Bagi TNI, khususnya Angkatan Laut, evaluasi ini dapat menjadi landasan untuk memperkuat profesionalisme, akuntabilitas, dan citra internasional sebagai militer modern yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Perubahan ini krusial untuk mencapai solusi damai yang berkelanjutan di Papua.







